JAM-Pidsus menyoroti potensi besar SDA Indonesia yang belum dikelola dengan optimal, khususnya dalam sektor pertambangan. "Banyak permasalahan dalam tata kelola SDA yang mengakibatkan kerugian negara, baik dari aspek penerimaan, kerusakan lingkungan, maupun dampak lebih luas pada perekonomian nasional," ungkapnya.
Sampai saat ini, Kejaksaan telah menangani enam kasus besar yang melibatkan kerugian negara sebesar Rp111,285 triliun. Namun, meskipun upaya hukum telah dilakukan, pemulihan kerugian tersebut masih belum optimal. JAM-Pidsus menekankan pentingnya pemulihan ini sebagai bagian dari kewajiban negara untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat sesuai dengan Pasal 33 UUD 1945.
Untuk itu, JAM-Pidsus mengusulkan penerapan dua pendekatan dalam pemulihan kerugian perekonomian negara: pendekatan pidana dan perdata. Dalam pendekatan pidana, Dr. Febrie Adriansyah mengusulkan penerapan konsep pemidanaan yang lebih fokus pada pemulihan dampak tindak pidana, sesuai dengan Pasal 51 huruf c dan Pasal 120 KUHP. Hal ini mencakup:
1. Pengedepanan pemulihan dampak dari tindak pidana dalam penjatuhan hukuman.
2. Penerapan konsep pemulihan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk kasus korupsi yang merugikan perekonomian negara.
3. Pengembangan rumusan denda damai yang sebanding dengan biaya pemulihan kerugian.
Sedangkan pendekatan perdata akan dilakukan melalui gugatan untuk kerugian yang belum tertangani secara pidana. JAM-Pidsus menekankan perlunya perubahan regulasi guna mengakomodasi kedua pendekatan ini.
"Kita perlu peraturan yang lebih komprehensif untuk memastikan kerugian perekonomian negara dapat dipulihkan secara efektif," tutup JAM-Pidsus.
Dengan upaya ini, diharapkan kerugian besar yang dialami negara dapat segera teratasi, membawa Indonesia menuju kesejahteraan yang lebih merata dan berkelanjutan.(Ac)
Post a Comment